Jumat, 27 November 2009

Surga di telapak kaki ibu

Istriku cemberut sambil menahan marah melihat kelakuan anak kami yang kalau dia bilang hiperaktif. Sambil berlari-lari kecil dia mengejar gadis kecil yang berlari dengan wajah ceria dan tertawa kecil. "Rere sudah nak, capek Mama ngikutin kamu terus, coba duduk diam manis", terdengar celoteh istriku. Peluh membasahi dahinya, nampak kelelahan, lalu istriku berjalan menghampiriku di ruang tamu sementara dia biarkan Rere anak kami bermain bersama Om-nya.

"Capek betul aku ngikutin Rere, kayak ngak habis sakit aja. Padahal baru kemarin sembuh ini sudah aktif lagi, mana hiper gitu", ujar istriku sambil duduk dan menyalakan kipas angin.

Aku hanya tersenyum mendengar pengaduannya.

"Syukurlah Ma, itu artinya dia udah merasa sehat. Kalau mau dia diam ya biarkan saja dia sakit, pasti diam ngak lari-lari." Istriku tambah cemberut mendengar tanggapanku.

" Iya Bapak sih enak, orang laki tahunya cuma cari duit, ngak melahirkan, ngak jagain anak tiap hari, ngak ngurusin rumah."

Aku hanya diam mendengarkannya terus mengomel ngak karuan, pelan-pelan kupegang pundaknya.

" Mama, karena itulah posisi ibu lebih utama dibanding ayah. Bahkan ada tuh Hadist Nabi Muhammad yang mengatakan surga ditelapak kaki ibu. Sebuah keutamaan yang diberikan khusus buat para ibu seperti kamu. Masak kamu mau surganya pindah ke kakiku, kan ngak lucu", ujarku sambil tertawa.

Istriku hanya terdiam mendengar kata-kataku lalu tersenyum malu. Kubiarkan saja dia duduk beristirahat menghilangkan lelahnya. Kuhentikan pekerjaan dari kantor yang belum selesai, laptop kumatikan dan langsung mendekati anak kami yang masih bermain.

" Rere ikut bapak yuk ! Kita jalan-jalan ke taman, naik patung Gajah sama bapak."



Just 4 Rere

Rabu, 25 November 2009

15 Nopember 2009

Lelaki muda itu terpekur diam. Dihembuskannya asap rokok dengan keras seakan ingin melepaskan segenap pikiran yang mengelayut. Asap putih itu melayang-layang memenuhi ruangan tiga kali empat meter di samping kamar anaknya. Didekat jendela, di atas meja kecil tempatnya menaruh laptop tergeletak asbak kecil berwarna putih. Asbak itu sudah penuh dengan puntung rokok. Bahkan beberapa puntung rokok berceceran di sampingnya lengkap dengan abu rokok yang menambah aroma khas ruangan itu.

Diliriknya jam tangannya, pukul 4.30 AM tertera dengan jelasnya. Laptop miliknya masih menyala namun tidak dihiraukan. Wajah lelah menghiasi raut mukanya lengkap dengan pandangan kosong menerawang ke plafon rumahnya.

Detik jarum jam di ruang tamu menemaninya dalam sunyi.

Allahu Akbar...Allahu Akbar....
Tersentak lelaki muda itu mendengar asma Allah. Suara Adzan dari langgar sebelah komplek rumahnya menggetarkan gendang telinganya. Matanya berkaca-kaca, lalu lelaki muda itu bergegas berdiri mematikan rokok dan menutup laptopnya. Dengan mantap dia menuju ke kamar mandi, diambilnya air wudhu.

Kesegaran air wudhu menutupi wajahnya yang kusam, menyelusup masuk ke dalam hati lelaki muda itu. Dengan parau ia berkata "Ya Allah, maafkan hambamu yang lupa".

Senin, 23 November 2009

Mawar Untuk Ibu

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dipaketkan pada sang ibu yang tinggal sejauh 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu menanyainya kenapa dan dijawab oleh gadis kecil itu, "saya ingin membeli setangkai bunga mawar merah untuk ibu saya, tapi saya cuma punya uang lima ratus saja, sedangkan harga mawar itu seribu."

Pria itu tersenyum dan berkata. "Ayo ikut, aku aka membelikan bunga yang kamu mau." Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesankan karangan bunga untuk dikirimkan ke ibunya.

Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, katanya, " Ya tentu saja. Maukah anda mengantarkan ke tempat ibu saya?"

Kemudian mereka berdua menuju ke tempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum, lalu gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.

Melihat hal ini, hati pria itu menjadi trenyuh dan teringat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai kendaraannya sejauh 250 km menuju rumah ibunya.

(diadaptasi dari : Rose for Mama - C.W. Mc Call)